Jakarta - Insiden penembakan yang menewaskan Ilyas Abdurahman (48), seorang pengusaha rental mobil, di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak, memunculkan berbagai spekulasi terkait dugaan penolakan aparat kepolisian untuk memberikan pendampingan. Isu ini ramai diperbincangkan.

Sebelum peristiwa tragis tersebut, diketahui bahwa Ilyas sempat meminta pendampingan dari Polsek Cinangka dalam upayanya untuk menarik kembali kendaraan miliknya.

Kapolsek Cinangka, AKP Asep Iwan Kurniawan, menjelaskan bahwa pada 2 Januari 2025, sekitar pukul 03.00 WIB, Polsek Cinangka menerima kedatangan sebuah mobil minibus yang membawa 6-7 orang pria dewasa, termasuk korban. Saat itu, mereka mengaku dari pihak leasing dan meminta pendampingan untuk menarik kendaraan di wilayah Cinangka. Namun, terdapat ketidakkonsistenan dalam pernyataan para pihak.

“Saat dikonfirmasi, yang bersangkutan menyatakan bahwa itu dari leasing, sementara kawannya lagi menyatakan dari rental. Bermaksud untuk meminta pendampingan untuk melakukan penarikan satu unit kendaraan mobil di Cinangka,” jelas Asep.

Dalam kasus ini, muncul persoalan hukum yang melibatkan prinsip fidusia. Pengalihan hak kepemilikan kendaraan berdasarkan kepercayaan menjadi kompleks ketika kendaraan kredit digunakan untuk bisnis rental, yang sebenarnya melanggar ketentuan fidusia. Hal ini turut menambah simpang siur dalam kasus tersebut.

Peneliti Kebijakan Publik dari Institute of Development of Policy and Local Partnership, Riko Noviantoro, menyoroti bahwa kasus ini mencampurkan dua ranah hukum, yakni perdata terkait pelanggaran perjanjian, dan pidana karena adanya unsur penggelapan serta kekerasan.

Riko juga menilai bahwa kepolisian berada dalam situasi sulit akibat adanya ketidakjujuran awal dari korban yang tidak mengungkapkan status kendaraan sebagai mobil rental. Sementara dalam aturan fidusia mobil kredit tidak boleh disewakan, sebab mengalihkan kendaraan ke pihak lain tanpa ada persetujuan dari pihak perusahaan leasing adalah pelanggaran. 

“Polisi harus bisa memilah antara hak warga negara untuk meminta bantuan dengan fakta hukum yang tidak sepenuhnya jelas sejak awal,” ujarnya.

Untuk itu, lanjut Riko, bisa dimaklumi apabila keterangan pihak kepolisian tidak bermaksud menolak pendampingan, tetapi situasi saat itu memerlukan penelusuran lebih lanjut.

“Jadi bisa juga dikatakan tidak menolak, tetapi ada keraguan terhadap status kendaraan yang menjadi dasar permohonan pendampingan tersebut,” ungkapnya.
Lebih baru Lebih lama